Bahan Tutorial Urogential sekenario 3
Seorang pasien laki- laki berusia 19 tahun datang ke IGD RSDM karena
tiba-tiba buah zakar kirinya terasa nyeri sekali. Kepada dokter jaga pasien
menceritakan bahwa tadi saat bagun pagi, tiba-tiba buah zakar kirinya terasa
nyeri sekali hingga pasien muntah. Nyeri dirasakan terus menerus. Bambang
mengatakan sebelumnya tidak ada demam dan gangguan BAK.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
skrotum kiri lebih besar dan terlihat posisi testis lenih tinggi dan melintang.
Testis terasa nyeri saat disentuh dan nyeri menetap saat skrotum diangkat atau
digerakkan kearah kranial.
Dokter menyarankan pasien
untuk segera dilakukan operasi. Pasien merasa takut bisa berpengaruh terhadap
kesuburannya. Setelah dijelaskan tentang diagnosis, rencana tikdakan, serta
resiko atau komplikasinya, pasien menyetuhui tindakan operasi.
1.
Bagaimana
anatomi dari organ yang keluhkan oleh pasien?
Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan
ukuran 4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20g. Terletak didalam scrotum dengan
axis panjang pada sumbu vertikal dan biasanya testis kiri terletak lebih rendah
dibanding kanan. Testis diliputi oleh tunika albuginea pada 2/3 anterior
kecuali pada sisi dorsal dimana terdapat epididymis dan pedikel vaskuler.
Sedangkan epididymis merupakan organ yang berbentuk kurva yang terletak
disekeliling bagian dorsal dari testis. Suplai darah arteri pada testis dan
epididymis berasal dari arteri renalis (Kusbiantoro, 2007).
Testis bagian dalam terbagi atas lobules yang terdiri dari tubulus
seminiferus, sel-sel Sertoli, dan sel-sel Leydig. Produksi sperma, atau
spermatogenesis, terjadi pada tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig mensekresi
testosterone. Epididimis, bagian kepalanya berhubungan dengan duktus
seminiferus, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas deferens. Vas deferens
adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vesikula
seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus
ejakulatorius kemudian bergabung dengan uretra (Wilson & Hillegas, 2006).
Pada perkembangannya, testis mengalami desensus dari posisi
asalnya di dekat ginjal menuju scrotum. Terdapat beberapa mekanisme yang
menjelaskan mengenai proses ini antara lain adanya tarikan gubernakulum dan
tekanan intraabdominal. Faktor endokrine dan axis hypothalamus-pituitary-testis
juga berperan dalam proses desensus testis. Antara minggu ke12 dan 17
kehamilan, testis mengalami migrasi transabdominal menuju lokasi
didekat cincin inguinal interna (Kusbiantoro, 2007).
Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat
digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis
agar tetap stabil dan ideal, yaitu 2°C dibawah suhu bagian dalam tubuh.
Peningkatan suhu pada testis dapat mencegah spermatogenesis dengan menyebabkan
degenerasi sebagian besar sel-sel tubulus seminiferus selain spermatogonia.
Pada cuaca yang dingin, reflex skrotum menarik testis mendekati tubuh untuk
mempertahankan perbedaan 2°C tersebut (Purnomo, 2000; Guyton & Hall, 2007).
2.
Mengapa
tiba- tiba buah zakar pasien tersa nyeri?
Nyeri menetap
saat diangkat terjadi karena rangsang nyeri yang ditangkap plexus testicularis
tetap terjadi dan tidak berkurang, karena rangsang nyeri tidak dikarenakan
regangan pada testis, tetapi karena terpeintirnya funiculus spermaticus. Tanda
ini disebut juga Phren sign. Pada epididimitis, Phren sign bernilai positif
dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas karena pengangkatan
ini akan mengurangi regangan pada testis.Namun pemeriksaan ini kurang spesifik.
3.
Mengapa
pasien mengeluhkan hanya bagian kiri saja dari buah zakarnya?
funiculus
spermatikus yang kiri lebih panjang dari pada yang kanan sehingga kemungkinan
terpelintir adalah yang kiri dan jarang pada yang kanan
4.
Mengapa
testis sebelah kiri terlihat lebih besar dan melintang?
Perubahan posisi
testis merupakan patologi khas yang ada pada torsio testis. Hal ini terjadi
karena terpelintirnya funiculus spermatikus, sehingga panjangnya akan berkurang
dan perlahan mengangkat posisi testis dari ventra vertical menjadi horizontal.
Sehingga pada pemeriksaan akan didapatkan posisi testis yang terpelintir
menjadi lebih tinggi.
5. Apa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis?
a. Anamnesis :
1) Usia: Usia
memberikan gambaran dalam menegakan diagnosis berdasarkan epidemiologi. Dalam
scenario pasien berusia 19 tahun, yaitu usia pubertas atau dewasa muda.
2) Kuantitas dan
kualitas: Pasien merasakan sangat nyeri dan terus – menerus
3) Onset
penyakit : Membedakan kelainan berdasarkan waktu, akut atau kronis. Dalam
skenario dijelaskan saat pasien bangun pagi tiba – tiba terasa sakit di bagian
testisnya. Ini menunjukan terjadi nyeri akut pada testis pasien.
4) Gejala
penyerta : Karena nyeri pasien sampai muntah. Ini menunjukan tingkat nyeri yang
tinggi sehingga menyebabkan impuls saraf pada sistem saraf pusat sehingga
timbul reflek mual dan muntah.
5) Keluhan lain
: Pasien tidak mengalami demam ataupun gangguan buang air kecil. Menunjukan
tidak adanya tanda – tanda infeksi pada pasien.
b. Pemeriksaan
fisik
1) Inspeksi :
Testis kiri lebih tinggi dibandingkan testis kanan dan posisinya melintang.
Menunjukan terjadi kelainan anatomis dari testis dimana seharusnya testis kiri
lebih rendah dan tidak melintang. Testis sebelah kiri juga mengalami pembesaran
hal ini bisa karena edema, tumor, atau adanya hernia.
2) Phren’s test
: Saat testis diangkat kearah kranial nyeri menetap. Menunjukan phren’s test
(-)
c. Pemeriksaan
penunjang
Pada umumnya
pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis torsio testis masih
meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis yang nyata (Minevich,
2007; Ringdahl & Teague, 2006).Adanya peningkatan acute-fase protein
(dikenal sebagai CRP) dapat membedakan proses inflamasi sebagai penyebab akut
scrotum (Rupp, 2006).
1) Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan urin
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus
urinarius pada
pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Pyuria dengan atau
tanpa bakteri
mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan mungkin
mengarah kepada
epididimitis. Selain itu perlu jugadilakukan pemeriksaan
darah dan
sediment urin (Purnomo, 2003).
2) Pemeriksaan
Radiologis
Color Doppler
Ultrasonography (Saladdin, 2009).
a) Pemeriksaan
ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.
b) Merupakan
Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan sensitivitas 82-90% dan
spesifitas 100%.
c) Pemeriksaan
ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis yang echotexture
d)
Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang terjadi pada skrotum seperti
hematom, torsio appendiks dan hidrokel.
6.
Bagaimana
patogennesis dan etiologi dari keluhan yang dirasakan oleh pasien?
A. Etiologi
dan Patogenesis
Adanya kelainan
system penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika
bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang
berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada
saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu
ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum Dikatakan pula bahwa spasme
dan kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos bias pula menjadi factor
pencetus Faktor predisposis lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume
testis (sering dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak
horisontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord
intrascrotal yang panjang
Trauma dapat
menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika seseorang
sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis
kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah
dengan jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan
tersebut menyebabkan iskemia testis. Pada akhirnya, testis akan mengalami nekrosis.
B.
Patofisiologi
Terdapat 2 jenis
torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan
ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika
vaginalis dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic
cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari epididymis dan
investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior oleh tunika vaginalis
memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang
tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk
‘bell-clapper’ deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami
rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering
terjadi pada usia remaja dan dewasa muda (Kusbiantoro, 2007).
Ekstravagina
torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum
terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam
scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus
testis (Kusbiantoro, 2007).
file lengakapnya bisa di download dibawah ini:
http://adf.ly/1aq20xsumber:
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Wilson, Lorraine M. Hillegas, Kathleen B. 2006.
Gangguan Sistem Reproduksi Laki-Laki dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine
M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Mansbach, J.M. Forbes, Peter. Peters, Craig.
2005. Testicular Torsion and Risk Factors for Orchiectomy.http://archpedi.ama-assn.org/cgi/content/full/159/12/1167
Bohring C, Walter K (2003). Immune infertility : towards a
better understanding of sperm (auto)-immunity. The value of proteomic analysis, 18 (5): 915-924.
Comments
Post a Comment